Setiap tahun kebutuhan pangan manusia semakin meningkat dikarenakan
jumlah penduduk yang selalu bertambah banyak setiap tahun. Pemerintah Indonesia
sekarang mulai memperlakukan konversi dari beras ke makanan lain seperti
jagung, ubi-ubian, bahkan singkong. Singkong dari dulu dibutuhkan oleh manusia
selain dikonsumsi seperti biasa seperti digoreng, direbus, atau dibakar, juga
bisa diolah menjadi jajanan seperti getuk, tape, atau bubur cenel. Singkong
sekarang juga dapat dibuat olahan lain seperti, tepung tapioka, tepung
mokaf, campuran indomie, saos, pemanis buatan bahkan yang terbaru adalah
membuat bionergi berupa etanol dari bahan dasar singkong. Ini merupakan
alasan kenapa singkong bisa lebih dikembangkan lagi bahkan dapat dijadikan
sumber penghasilan, dan tidak menutup kemungkinan singkong bisa menjadi sumber
bisnis yang menjanjikan. Namun kenyataannya pada tahun 2012 kemaren
Pemerintah Indonesia masih impor berbagai macam komuditas termasuk singkong,
yaitu sebanyak 32 milyar. Nah mungkin ini adalah peluang bisnis dimana
kebutuhan di dalam negeri masih sangat besar dan belum terpenuhi.(http://ekonomi.inilah.com/read/detail/1936649/kadin-kok-masih-imporsingkong#.USwkGzdCKhm)
Semua ini dikarenakan kurangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi oleh para petani singkong. Rata-rata petani
singkong di Indonesia menghasilkan 10-20 ton per ha. Padahal hakekatnya menanam
singkong bisa mencapai 30-100 ton per ha jika ditanam dengan teknologi baru dan
ilmu tanam yang modern. Oleh karena itu kami mencoba mengembangkan teknologi
tanam singkong dan pengolahan turunannya, supaya hasil panen per ha bisa
meningkat, dan nantinya petani bisa mencontoh sehingga kesejahteraan petani
meningkat dan kebutuhan singkong dalam negeri terpenuhi.